Selasa, 21 Mei 2013

Refleksi (Pengalaman Praktikum dan Wawancara di Lapangan)


     Selama saya mengikuti praktikum dalam tiga setting, yaitu PIO, Pendidikan, dan juga Klinis, saya mendapatkan banyak pelajaran, seperti bagaimana saya harus tenang dalam menghadapi situasi yaitu selama wawancara berlangsung (sebagai pewawancara), lalu ketika saya menjadi klien, saya harus mampu mengutarakan masalah yang saya hadapi (kurang lebih paham dengan kasusnya), dan ketika saya menjadi observer, saya harus lebih teliti lagi ketika mengobservasi pewawancara dari posisi duduk, kontak mata dengan interviewee, dll.
     Dengan adanya praktikum ini, kurang lebih ketika setting PIO, saya bisa merasakan seperti saya benar-benar sedang melakukan proses wawancara (dalam kasus recruitment, saya merasa seperti benar-benar sedang mewawancarai calon karyawan). Dalam setting pendidikan, saya berusaha menempatkan diri saya sebagai guru yang ingin membantu memberikan solusi pada masalah yang dihadapi siswa. Sedangkan dalam setting klinis, saya  harus membantu klien dalam masalah yang sedang klien hadapi, yang bisa juga masalah yang cukup serius, seperti phobia.
     Saya juga belajar bagaimana etika sebelum melakukan wawancara, seperti meminta ijin merekam sebelum wawancara berlangsung, lalu menyusun kata-kata menjadi suatu kalimat (ketika bertanya kepada klien), dan juga melakukan probing. Lalu juga bagaimana menyambut klien yang datang, memulai wawancara (membina rapport) dan mengakhiri wawancara dengan baik.
     Ketika melakukan wawancara langsung di lapangan, saya juga belajar bagaimana langsung menghadapi subyek, lalu meminta ijin merekam wawancara, melakukan probing ketika wawancara berlangsung. Bagaimana saya mendengarkan cerita subyek mengenai diri mereka dan juga masa lalu mereka, serta menghadapi subyek yang sudah agak bosan dengan wawancara.
Sekian refleksi saya mengenai praktikum dan juga wawancara langsung di lapangan.. Terima kasih..

Refleksi (Pengalaman Praktikum dan Wawancara di Lapangan)


     Selama saya mengikuti praktikum dalam tiga setting, yaitu PIO, Pendidikan, dan juga Klinis, saya mendapatkan banyak pelajaran, seperti bagaimana saya harus tenang dalam menghadapi situasi yaitu selama wawancara berlangsung (sebagai pewawancara), lalu ketika saya menjadi klien, saya harus mampu mengutarakan masalah yang saya hadapi (kurang lebih paham dengan kasusnya), dan ketika saya menjadi observer, saya harus lebih teliti lagi ketika mengobservasi pewawancara dari posisi duduk, kontak mata dengan interviewee, dll.
     Dengan adanya praktikum ini, kurang lebih ketika setting PIO, saya bisa merasakan seperti saya benar-benar sedang melakukan proses wawancara (dalam kasus recruitment, saya merasa seperti benar-benar sedang mewawancarai calon karyawan). Dalam setting pendidikan, saya berusaha menempatkan diri saya sebagai guru yang ingin membantu memberikan solusi pada masalah yang dihadapi siswa. Sedangkan dalam setting klinis, saya  harus membantu klien dalam masalah yang sedang klien hadapi, yang bisa juga masalah yang cukup serius, seperti phobia.
     Saya juga belajar bagaimana etika sebelum melakukan wawancara, seperti meminta ijin merekam sebelum wawancara berlangsung, lalu menyusun kata-kata menjadi suatu kalimat (ketika bertanya kepada klien), dan juga melakukan probing. Lalu juga bagaimana menyambut klien yang datang, memulai wawancara (membina rapport) dan mengakhiri wawancara dengan baik.
     Ketika melakukan wawancara langsung di lapangan, saya juga belajar bagaimana langsung menghadapi subyek, lalu meminta ijin merekam wawancara, melakukan probing ketika wawancara berlangsung. Bagaimana saya mendengarkan cerita subyek mengenai diri mereka dan juga masa lalu mereka, serta menghadapi subyek yang sudah agak bosan dengan wawancara.
Sekian refleksi saya mengenai praktikum dan juga wawancara langsung di lapangan.. Terima kasih..

Refleksi (Pengalaman Praktikum dan Wawancara di Lapangan)


     Selama saya mengikuti praktikum dalam tiga setting, yaitu PIO, Pendidikan, dan juga Klinis, saya mendapatkan banyak pelajaran, seperti bagaimana saya harus tenang dalam menghadapi situasi yaitu selama wawancara berlangsung (sebagai pewawancara), lalu ketika saya menjadi klien, saya harus mampu mengutarakan masalah yang saya hadapi (kurang lebih paham dengan kasusnya), dan ketika saya menjadi observer, saya harus lebih teliti lagi ketika mengobservasi pewawancara dari posisi duduk, kontak mata dengan interviewee, dll.
     Dengan adanya praktikum ini, kurang lebih ketika setting PIO, saya bisa merasakan seperti saya benar-benar sedang melakukan proses wawancara (dalam kasus recruitment, saya merasa seperti benar-benar sedang mewawancarai calon karyawan). Dalam setting pendidikan, saya berusaha menempatkan diri saya sebagai guru yang ingin membantu memberikan solusi pada masalah yang dihadapi siswa. Sedangkan dalam setting klinis, saya  harus membantu klien dalam masalah yang sedang klien hadapi, yang bisa juga masalah yang cukup serius, seperti phobia.
     Saya juga belajar bagaimana etika sebelum melakukan wawancara, seperti meminta ijin merekam sebelum wawancara berlangsung, lalu menyusun kata-kata menjadi suatu kalimat (ketika bertanya kepada klien), dan juga melakukan probing. Lalu juga bagaimana menyambut klien yang datang, memulai wawancara (membina rapport) dan mengakhiri wawancara dengan baik.
     Ketika melakukan wawancara langsung di lapangan, saya juga belajar bagaimana langsung menghadapi subyek, lalu meminta ijin merekam wawancara, melakukan probing ketika wawancara berlangsung. Bagaimana saya mendengarkan cerita subyek mengenai diri mereka dan juga masa lalu mereka, serta menghadapi subyek yang sudah agak bosan dengan wawancara.
Sekian refleksi saya mengenai praktikum dan juga wawancara langsung di lapangan.. Terima kasih..

Refleksi (Pengalaman Praktikum dan Wawancara di Lapangan)


     Selama saya mengikuti praktikum dalam tiga setting, yaitu PIO, Pendidikan, dan juga Klinis, saya mendapatkan banyak pelajaran, seperti bagaimana saya harus tenang dalam menghadapi situasi yaitu selama wawancara berlangsung (sebagai pewawancara), lalu ketika saya menjadi klien, saya harus mampu mengutarakan masalah yang saya hadapi (kurang lebih paham dengan kasusnya), dan ketika saya menjadi observer, saya harus lebih teliti lagi ketika mengobservasi pewawancara dari posisi duduk, kontak mata dengan interviewee, dll.
     Dengan adanya praktikum ini, kurang lebih ketika setting PIO, saya bisa merasakan seperti saya benar-benar sedang melakukan proses wawancara (dalam kasus recruitment, saya merasa seperti benar-benar sedang mewawancarai calon karyawan). Dalam setting pendidikan, saya berusaha menempatkan diri saya sebagai guru yang ingin membantu memberikan solusi pada masalah yang dihadapi siswa. Sedangkan dalam setting klinis, saya  harus membantu klien dalam masalah yang sedang klien hadapi, yang bisa juga masalah yang cukup serius, seperti phobia.
     Saya juga belajar bagaimana etika sebelum melakukan wawancara, seperti meminta ijin merekam sebelum wawancara berlangsung, lalu menyusun kata-kata menjadi suatu kalimat (ketika bertanya kepada klien), dan juga melakukan probing. Lalu juga bagaimana menyambut klien yang datang, memulai wawancara (membina rapport) dan mengakhiri wawancara dengan baik.
     Ketika melakukan wawancara langsung di lapangan, saya juga belajar bagaimana langsung menghadapi subyek, lalu meminta ijin merekam wawancara, melakukan probing ketika wawancara berlangsung. Bagaimana saya mendengarkan cerita subyek mengenai diri mereka dan juga masa lalu mereka, serta menghadapi subyek yang sudah agak bosan dengan wawancara.
Sekian refleksi saya mengenai praktikum dan juga wawancara langsung di lapangan.. Terima kasih..

Refleksi (Pengalaman Praktikum dan Wawancara di Lapangan)


     Selama saya mengikuti praktikum dalam tiga setting, yaitu PIO, Pendidikan, dan juga Klinis, saya mendapatkan banyak pelajaran, seperti bagaimana saya harus tenang dalam menghadapi situasi yaitu selama wawancara berlangsung (sebagai pewawancara), lalu ketika saya menjadi klien, saya harus mampu mengutarakan masalah yang saya hadapi (kurang lebih paham dengan kasusnya), dan ketika saya menjadi observer, saya harus lebih teliti lagi ketika mengobservasi pewawancara dari posisi duduk, kontak mata dengan interviewee, dll.
     Dengan adanya praktikum ini, kurang lebih ketika setting PIO, saya bisa merasakan seperti saya benar-benar sedang melakukan proses wawancara (dalam kasus recruitment, saya merasa seperti benar-benar sedang mewawancarai calon karyawan). Dalam setting pendidikan, saya berusaha menempatkan diri saya sebagai guru yang ingin membantu memberikan solusi pada masalah yang dihadapi siswa. Sedangkan dalam setting klinis, saya  harus membantu klien dalam masalah yang sedang klien hadapi, yang bisa juga masalah yang cukup serius, seperti phobia.
     Saya juga belajar bagaimana etika sebelum melakukan wawancara, seperti meminta ijin merekam sebelum wawancara berlangsung, lalu menyusun kata-kata menjadi suatu kalimat (ketika bertanya kepada klien), dan juga melakukan probing. Lalu juga bagaimana menyambut klien yang datang, memulai wawancara (membina rapport) dan mengakhiri wawancara dengan baik.
     Ketika melakukan wawancara langsung di lapangan, saya juga belajar bagaimana langsung menghadapi subyek, lalu meminta ijin merekam wawancara, melakukan probing ketika wawancara berlangsung. Bagaimana saya mendengarkan cerita subyek mengenai diri mereka dan juga masa lalu mereka, serta menghadapi subyek yang sudah agak bosan dengan wawancara.
Sekian refleksi saya mengenai praktikum dan juga wawancara langsung di lapangan.. Terima kasih..