Tulisan saya kali ini akan membahas
mengenai enam keterampilan dasar wawancara yang harus dimiliki interviewer kepada interviewee agar wawancara dapat berjalan dengan baik.
Yang pertama adalah kemampuan membina rapport. Apa sih rapport itu? Rapport adalah
keterampilan untuk menciptakan lingkungan yang aman, hangat dan membuat klien
dapat berbicara jujur dan bebas bercerita apa saja mengenai topik yang relevan
dengan wawancara. Lalu gimana sih supaya rapport
dapat terbina dengan baik? Nah ada beberapa tips atau cara supaya interviewer dapat membina rapport dengan interviewee / klien ; yaitu sebagai interviewer kita harus senyum tetapi yang tulus, menyambut interviewee dengan sambutan yang
bersahabat seperti: ”hai, apa kabar?” Selanjutnya menjabat tangan klien, lalu
memulai percakapan kecil seperti mengenai cuaca, dan jangan lupa untuk
mempersilahkan klien duduk. Nah posisi duduk antara interviewer dengan klien juga harus setara (kursi tidak ada yang
lebih tinggi maupun yang lebih pendek).
Yang kedua adalah empati. Pada tahap ini
adalah bagaimana interviewer dapat
berkaca pada masalah, perilaku, dan pengalaman klien. Yang penting adalah kita
tidak melakukan proses judgemental /
penghakiman kepada klien, selain itu, kita juga harus tetap fokus pada klien.
Ketiga adalah attending behavior. Interviewer
harus tahu kapan harus berbicara, dan lebih memberikan waktu untuk klien
berbicara dan interviewer mendengarkan cerita klien. Ada 4 critical dimensions dari attending behavior, yaitu visual à tetap fokus pada klien, kecepatan
bicara dan nada à
dapat mengindikasikan seberapa besar ketertarikan kita sebagai interviewer terhadap cerita klien,
mengikuti perbicaraan klien / jangan mengubah topik à penting mencatat hal-hal yang penting
saja atau yang menjadi kata kunci, dan body
language à
seberapa memperhatikan cerita klien dan tulus kepada klien.
Keempat adalah teknik bertanya. Teknik
bertanya dibagi menjadi open question dan
closed question. Pada open question, klien bebas untuk
mengekspresikan perasaannya dan sebagai interviewer
kita bisa memulai untuk bertanya: “Apa yang bisa saya bantu?” Lalu sebagai interviewer kita dapat menggali lebih
jauh apa yang menjadi permasalahan klien dan kita bisa mendapatkan informasi
yang lebih banyak dari klien. Sedangkan closed
question adalah pertanyaan yang merujuk pada jawaban tertentu, dan
jawabannya akan pendek, seperti ‘ya’ dan ‘tidak’. Closed question akan membuat klien menjadi terpengaruh dengan
pemikiran konselor dan menjadi
terdistorsi, seperti: “Apakah Anda takut?”
Selain open
dan closed question, ada the abuse of question yang harus
dihindari, yang terdiri dari lima, yaitu being
intrusive à
jangan memaksa klien untuk berbicara, karena dapat membuat klien terganggu dan
tidak percaya pada interviewer; interrogating the client à menanyakan hal yang bersifar personal
dengan daftar pertanyaan yang sangat panjang dan membuat klien merasa ditekan, dan
justru dapat membuat klien takut berbicara; controlling
client explores à
jangan terlalu cepat memotong pembicaraan klien karena jika interviewer terus bertanya, klien tidak
mampu mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya; using “why” questions à jangan gunakan kata “mengapa” karena
belum tentu klien tahu akan jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan, dan justru
mengungkapkan hal-hal di ‘luar diri’ klien bukan yang di ‘dalam diri’ klien;
dan satisfying interviewer’s needs à jangan sampai interviewer bertanya kepada klien hanya karena ingin memuaskan
keinginan interviewer saja.
Keterampilan yang kelima adalah
keterampilan observasi. Keterampilan observasi berfokus pada 3 area, yaitu
perilaku non verbal à
ekspresi wajah, bahasa tubuh (postur tubuh, posisi duduk, gerakan tangan,
tarikan napas, dsb.), hindari stereotype;
lalu perilaku verbal à
mengacu pada kata-kata yang diucapkan: sellective
attention (berfokus pada klien) dan key
words (contoh: jika klien yang datang depresi, kata-kata ditekankan oleh klien
seperti: capek); dan konflik, diskrepansi, dan inkongruensi à interviewer
harus mewaspadai diskrepansi antara tindakan verbal dan nonverbal klien
(berkesinambungan atau tidak) dan juga inkongruensi dapat memngindikasikan
bahwa klien tidak nyaman atau tidak sepenuhnya jujur.
Keterampilan yang terkahir adalah active listening, yang dibagi menjadi 3,
yaitu encouraging: nonverbal encouragement dan verbal encouragement. Nonverbal encouragement à dalam waktu 10-15 detik interviewer dapat diam sejenak, lakukan
kontak mata kepada interviewee yang
tidak berlebihan dan verbal encouragement
à mengulangi
kata terakhir yang baru saja diucapkan interviewee
dengan nada yang berbeda; yang kedua adalah refleksi konten cerita
(parafrase) & refleksi perasaan klien. Pada parafrase, interviewer menceritakan kembali isi cerita klien dengan bahasa
kita sendiri dengan lebih pendek. Sedangkan pada refleksi perasaan klien, interviewer merefleksikan perasaan
klien, dan terdapat berbagai macam emosi, seperti marah, senang, takut, dll. Satu
hal lagi yang perlu diingat dalam proses wawancara, interviewer jangan melakukan parroting
(seperti: “oh gitu yah”, dst.). Parroting
adalah mengulangi perkataan klien. Yang ketiga adalah interviewer menyimpulkan topik-topik utama dari cerita klien tetapi
tidak lebih lama dari apa yang diceritakan klien.
Sekian refleksi saya mengenai keterampilan
dasar wawancara. Selamat membaca. Terima kasih.